Monday, March 26, 2007

Anggur Merah Baik untuk Jantung?


Penyakit jantung sampai saat ini merupakan penyakit yang banyak diderita dan menyebabkan kematian di dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001, penyakit sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) menempati urutan tertinggi sebagai penyakit penyebab kematian di Indonesia (26,4%). Persentase ini meningkat dibandingkan SKRT sebelumnya (SKRT 1995: 19%; SKRT 1992: 9,9%). Di Amerika Serikat sekarang ini, sekitar 12,6 juta orang mengalami penyakit jantung dan 25% dari seluruh rakyatnya memiliki minimal satu faktor risiko penyakit jantung.

Salah satu gangguan sirkulasi yang banyak terjadi dan ditakuti adalah penyakit jantung koroner (PJK/coronary artery disease). Penyakit jantung koroner terdiri atas angina pektoris dan infark jantung, biasanya disebabkan oleh aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Aterosklerosis secara harfiah berarti lemak yang mengeras. Proses aterosklerosis terjadi melalui beberapa tahap.

Kejadian awal yang berperan pada aterosklerosis adalah kerusakan/disfungsi endotel (sel pelapis sisi dalam pembuluh darah jantung) dan tingginya kadar lemak Low Density Lipoprotein (LDL). Kolesterol LDL merupakan jenis kolesterol "jahat" yang menumpuk di lapisan dalam (tunika intima) dan teroksidasi.

Kerusakan endotel memungkinkan LDL masuk ke pembuluh darah. LDL yang teroksidasi akan merangsang/menarik sel darah putih menuju lapisan pembuluh darah tersebut. Makrofag, sejenis sel darah putih, ditarik oleh Monocyte Chemotactic Protein-1 dan kemudian menjadi sel busa. Dengan demikian, terjadi semacam reaksi radang pada daerah tersebut. Adanya HDL (kolesterol "baik") dapat menghambat oksidasi LDL.

Di pihak lain, sel-sel otot polos pada tunika media akan bertambah banyak. Sel otot ini memproduksi sejenis zat protein (matriks) yang melapisi aterosklerosis. Semua ini membuat lapisan dalam pembuluh koroner menjadi lebih tebal.

Penebalan lapisan dinding jantung ini, yang terdiri atas lemak, sel busa, sel otot, dan matriks, menyebabkan penyempitan pembuluh darah jantung. Penyempitan ini menyebabkan aliran darah yang mengandung makanan untuk jantung berkurang. Otot jantung kekurangan oksigen dan terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dan suplai oksigen ke jantung. Hal ini menimbulkan rasa nyeri, disebut angina pektoris, yang khas jantung, seperti: rasa tidak enak di dada tengah/kiri, seperti tertekan, diperas, panas atau baal. Nyeri dapat menjalar ke leher, lengan kiri, punggung, atau ulu hati. Angina dapat dicetuskan oleh aktivitas fisik, stres, perubahan suhu, dan lainnya, serta biasanya hilang dengan istirahat atau makan obat golongan nitrat.

Sumbatan aterosklerosis bersifat rentan untuk pecah. Bila sumbatan tersebut pecah akan terjadi reaksi pembekuan darah (trombosis) sehingga terbentuk bekuan darah yang menambah tebal sumbatan. Reaksi trombosis ini melibatkan platelet (sel pembeku darah) yang teraktivasi dan faktor-faktor pembekuan darah. Akibatnya derajat sumbatan meningkat, bahkan bisa sampai menyumbat total. Pada sumbatan yang tidak total dapat timbul angina pektoris yang tidak stabil. Serangan jenis ini biasanya lebih berat, lebih lama, dan dapat timbul akibat aktivitas fisik yang lebih ringan. Bila terjadi sumbatan total, sel otot jantung dapat mati/infark (infark miokard akut), yang menimbulkan rasa nyeri yang amat sangat. Selain itu, nyeri tidak harus dicetuskan aktivitas fisik atau stres, durasi lebih lama, dan tidak hilang dengan cara biasa.

Faktor risiko dan pencegahan
Terdapat dua jenis faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis, yaitu yang dapat diubah (modifiable) dan menetap (nonmodifiable). Faktor yang tidak dapat diubah adalah usia, jender, etnis, dan genetik. Adapun faktor risiko modifiable adalah kadar kolesterol total, LDL, HDL, tekanan darah tinggi, obesitas/kegemukan, kurangnya aktivitas fisik, diabetes melitus, dan merokok. Kini mulai dikenal faktor risiko baru untuk penyakit jantung koroner, seperti kadar homosistein, CRP (C-Reactive Protein), serta apolipoprotein A-1 dan B.

Melihat faktor risiko modifiable dan proses yang mengakibatkan penyakit jantung koroner, maka terdapat beberapa langkah pencegahan terhadap penyakit jantung tersebut. Pada tahun 2002, American Heart Association (AHA) menetapkan berbagai cara pencegahan tersebut, yaitu: 1) memperbaiki kadar kolesterol. 2) menormalkan tekanan darah; 3) olahraga minimal 30 menit, minimal tiga hari seminggu; 4) makanan sehat dan rendah lemak; 5) stop merokok; 6) menjaga berat badan normal; 7) aspirin dosis rendah pada kelompok risiko tertentu; 8) menormalkan kadar gula darah.

Fenomena anggur merah
Pada upaya pencegahan melalui makanan terdapat fenomena yang masih terus diteliti dan menjadi perhatian dalam beberapa tahun ini. Terdapat perkiraan bahwa mengonsumsi anggur merah (red wine) dapat mencegah penyakit jantung koroner. Perkiraan atau hipotesis ini bermula dari French Paradox. Angka kematian akibat jantung di Perancis lebih rendah daripada Amerika, padahal masyarakat Perancis mengonsumsi mentega dan makanan berlemak lebih banyak daripada Amerika. Rata-rata tekanan darah dan kadar kolesterol masyarakat Perancis juga lebih tinggi daripada Amerika. Tampaknya ini berhubungan dengan kebiasaan masyarakat Perancis yang mengonsumsi red wine setiap hari.

Berbagai penelitian kemudian dilakukan untuk mengetahui kandungan apakah yang bermanfaat pada minuman anggur, berapa besar dosis yang diperlukan sehingga bermanfaat bagi jantung, dan bagaimana mekanismenya. Adanya kandungan alkohol pada red wine memberi hipotesis bahwa alkohol inilah yang berperan. Banyak penelitian prospektif menunjukkan hubungan terbalik antara konsumsi alkohol secara ringan-menengah(60 ml/hari) dengan PJK, namun hal tersebut dapat bias karena juga dipengaruhi gaya hidup dan diet yang berbeda. Sebagian penelitian mengatakan, alkohol meningkatkan HDL, namun belum ada uji klinis yang memastikan bahwa alkohol dapat meningkatkan HDL. Penelitian menggunakan etanol murni menunjukkan bahwa etanol dapat menghambat agregasi/pengumpulan platelet yang berperan pada penyakit jantung koroner. Namun, kemampuan tersebut lebih besar pada red wine daripada etanol murni sehingga terdapat zat lain yang lebih berperan untuk menghambat agregasi platelet. Bir, minuman anggur putih (white wine), dan minuman beralkohol lainnya lebih sedikit, bahkan gagal untuk menghambat agregasi platelet.

Perkiraan zat pada red wine yang bermanfaat adalah flavonoid. Flavonoid merupakan zat seperti vitamin yang terdapat alamiah pada tanaman, termasuk teh, buah, dan sayur. Pada anggur, flavonoid terutama terdapat pada kulitnya. Steine (Circulation, 1999, vol.100) dan banyak peneliti lain mengungkapkan bahwa flavonoid bersifat anti-oksidan sehingga dapat menghambat oksidasi LDL pada dinding pembuluh koroner. Manfaat lain flavonoid adalah menghambat platelet yang berperan pada aterosklerosis. Menurut Folt dari Universitas Wisconsin, tampaknya terdapat flavonoid tertentu pada red wine yang dapat menghambat aktivitas platelet, seperti quercetin, rutin, kaempferol, apigenin, dan amentoflavon. Buah lain, seperti jeruk, yang juga mengandung flavonoid tidak dapat menghambat agregasi platelet. Faktor-faktor lain yang berperan pada aterosklerosis juga dipengaruhi oleh flavonoid pada anggur, seperti menghambat pembelahan sel otot polos pembuluh darah, memperbaiki fungsi endotel, dan menghambat ekspresi Monocyte Chemotactic Protein-1 (MCP-1). Dengan demikian, flavonoid pada red wine tampaknya memberi efek negatif pada aterosklerosis melalui berbagai mekanisme.

Flavonoid juga ditemukan pada buah anggur ungu sehingga mengonsumsi jus/sari anggur ungu juga dapat memberi efek perlindungan bagi jantung. Biji anggur sebaiknya diikutsertakan dalam membuat jus, mengingat sepertiga kandungan flavonoid terdapat pada biji. Meskipun demikian, beliau berpesan agar pasien diabetes berhati-hati terhadap kandungan gula dari jus tersebut.

Adanya efek ini pada buah anggur, seperti pada red wine, sangat menguntungkan mengingat efek samping dari alkohol yang berbahaya dan dapat berdampak adiktif dapat dihindari. Meskipun demikian, belum ada pernyataan yang memastikan hubungan antara anggur dan pencegahan PJK. Penelitian uji klinis berskala besar secara acak masih perlu banyak dilakukan. Oleh karena itu, konsumsi anggur untuk tujuan ini, terutama red wine, belum direkomendasikan resmi, termasuk oleh AHA. Khusus untuk red wine, orang yang belum mengonsumsi wine tidak direkomendasikan meminumnya untuk tujuan pencegahan PJK. Bagi yang telah biasa minum, tidak boleh melebihi 60 ml/hari.

(Andria Priyana Dokter, Tinggal di Jakarta)

No comments: